Selasa, 06 November 2012

Matah Ati


Matah Ati merupakan sendra tari kolosal yang sangat spektakuler di Mangku Negaran Surakarta. Sebelum di Surakarta Matah Ati pernah pentas di Esplanade Singapore dan Taman Ismail Marzuki Jakarta. Sebenarnya saya tidak begitu mengerti tentang jalan ceritera Matah Ati ini, informasi pertunjukan saya dapatkan dari Rumah Kayu Fotografi (RKF) sebuah komunitas fotografi di Bandung. Kebetulan waktu itu Pak Fendi sebagai sesepuh komunitas tersebut mengajak untuk meliput event akbarnya.

Bersama dengan pasukan RKF saya meliput pagelaran kolosal tersebut. Titik kumpul temen-temen RKF dirumah om Ivan M Avandi Solo. Karena beliaulah yang berjasa dalam akomodasi dan pelayanan kekerabatan. Karena event ini pula anggota RKF dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI bisa berkumpul. Saya merasakan keakraban dan kekeluargaan yang luar biasa.

Kita diberi kesempatan oleh Pak Fendi untuk meliput secara mulai dari gladi bersih sampai pertunjukan puncaknya di hari terakhir. Acara Matah Ati dari tanggal 8 - 10 September 2012. Pada peluputan gladi bersih hanya 5 orang dari RKF, saya, Pak Fendi, teh Inong Hunain, om Ivan M Avandi dan pak Mohamad Setiawan.

Pada saat peliputan gladi bersih kita bebas memilih tempat sudut bidik yang sangat fleksibel, karena tidak ada penonton. Begitu pembukaan gladi bersih dimulai baru saya terkagum-kagum akan tata cahaya, panggung, musik dan tari yang sangat sempurna. Art director Matah Ati ini adalah Jay Subyato, seseorang yang tak asing lagi di dunia kreatif Indonesia. Beliaulah yang berjasa memberikan kami tiket liputan secara gratis pada saat pertunjukan di kelas Festival.

Dipuncak pertunjukan kelas Festival merupakan tempat yang paling nyaman bagi fotografer. Karena disamping gratis Jay ternyata sudah memperhitungkan sudut bidik dari berbagi angel. Dengan tata panggung yang lantainya dibuat miring kedepan membuat formasi penari bisa terlihat secara maksimal oleh penonton, meski dengan sudut bidik yang rendah. Tata panggung yang spektakuler dengan evek tata cahaya yang sempurna, dipadukan lagi evek burning pada saat perang membuat kita benar-benar terhanyut dalam suasana. Meski pada saat liputan saya masih bertanya-tanya tentang jalan cerita dari sendra tari kolosal ini. Sampai akhirnya saya mencari sinopsis dari ceritera Matah Ati.

Matah Ati adalah sebuah kisah nyata tentang cinta dan perjuangan di Tanah Jawa pada Abad 18. Matah Ati adalah cerita perjuangan dan perjalanan cinta seorang wanita biasa bernama Rubiyah yang berjuang melawan penjajah bersama dengan Raden Mas Said yang dijuluki sebagai Pangeran Smabernyowo. Perjuangan yang panjang melawan VOC dan dinamika serta intrik keraton pada waktu itu, membuat kisah ini abadi sepanjang hayat. Dengan pasukan wanitanya yang gagah berani, Matah ati mendampingi perjuangan Raden Mas Said dan pasukannya. Kisah cinta mereka menjadi cikal bakal istana Mangkunegaran dan keturunannya. Nasionalisme dan solidaritas nampak di semboyan peperangan yaitu TIJI TIBEH, MUKTI SIJI MUKTI KABEH, MATI SIJI MATI KABEH peperanganpun berjalan dengan sengit.

Matah Ati mengisahkan perjalanan dan perjuangan cinta yang terjadi di Jawa pada abad ke-18 tentang gadis desa bernama Rubiyah. Beliau kemudian menjadi bagian dalam masa perjuangan R.M.Said melawan penjajahan Belanda di tanah Jawa dimana ia menarik perhatian seorang ksatria ningrat Jawa yaitu R.M. Said yang juga dikenal Pangeran Sambernyowo yang kemudian jatuh cinta kepadanya.

Hingga 16 tahun peperangan dan pemberontakan usai dengan kekalahan lawan, maka jadilah Raden Mas Said menjadi Raja bergelar Mangkunegara 1 dan Rubiyah menjadi istri dengan nama RAY KUSUMA MATAH ATI karena lahir di desa Matah dan bisa juga diartikan ‘Melayani hati sang pangeran’, melalui beliaulah turun generasi raja-raja Mangkunegaran.

Raden Mas Said adalah cucu dari Amangkurat 4, pada waktu itu hasil dari peperangan dan pemberontakan akhirnya menghasilkan perundingan yang dikenal dengan Perjanjian Giyanti. Perundingan perdamaian itu menjadikan kerajaan di Jawa terbelah menjadi empat yaitu Kasultanan Jogjakarta dan Pakoealam Jogjakarta serta Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran Surakarta (Solo). Cerita indah ini dirajut dengan tema cinta, belas kasih, keberanian, keputusasaan dan sukacita.

‘Matah Ati’ menampilkan keagungan dan perjuangan wanita serta merupakan suatu fakta historis bahwa pada abad ke-18 sudah ada pejuang- pejuang wanita yang tangguh untuk menumpas keangkara murkaan dan ketidakadilan. Dengan kata lain, peran Rubiyah tidak hanya menjadi seorang istri/ibu yang selalu berada di wilayah urusan domestik (rumah tangga) dan wanita tani yang bisa menarikan tarian Jawa, seperti Srimpi, Bedaya dan lain-lain, melainkan juga mampu mendampingi R.M.Said dalam memimpin perang serta memimpin 40 prajurit wanita di medan perang layaknya laki-laki.

Berikut ini liputan gladi bersih sendra tari Matah Ati di Mangku Negaran Surakarta.

3D Panggung Matah Ati

Lay Out Panggung, Tamu dan area Fotografer

Tiket Gratis di Kelas Festival

Gladi Resik Matah Ati

Keputrenan

Efek Api pada Perang Jawa

Perang Jawa

The Spectacular Lighting



Jay Subyakto dan Anaknya (sang Art Director)

Penari Matah Ati

Bersama pak Mohamad Setiawan, Om Ivan M Afandi, teh Inong Hunain dan Pak Fendi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar